Selasa, 16 Juni 2015

Contoh Kasus Perdata dan Penyelesaiannya

Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin H. Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra pada tahun 1972 – 1973 dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT. Portanigra. Tetapi proses eksekusi tanah dilakukan baru tahun 2007 yang hak atas tanahnya sudah milik warga sekarang tinggal di meruya yang sudah mempunyai sertifikat tanah asli seperti girik. Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media hingga DPR pun turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya yang menempati tanah meruya sekarang tidak merasa punya sengketa dengan pihak manapun. Bahkan tidak juga membeli tanah dari PT Portanigra,namun tiba-tiba saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala keluarga atau sekitar 21.000 warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya tanah milik warga, tanah milk negara yang di atasnya terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosialpun masuk dalam rencana eksekusi.

Hal ini dikarenakan sengketa yang terjadi 30 tahun lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun 2007, dimana warga meruya sekarang mempunyai sertifikat tanah asli yang dikeluarkan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Disini terbukti adanya ketidaksinkronan dan kesemrawutan hukum pertanahan indonesia yang dengan mudahnya mengeluarkan sertifikat tanah yang masih bersengketa. Kasus sengketa tanah ini berawal pada kasus penjualan tanah meruya dulu antara PT. Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah tanah seluas 44 Ha pada 1972 dan 1973. Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi tanahnya kepada pihak lain sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan digugat secara perdata (1996). Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang lampau bukanlah kurun waktu singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah dan berkembang, baik penghuni, lingkungan sekitar, institusi terkait yang menangani, pasti personelnya sudah silih berganti. Warga merasa memiliki hak dan ataupun kewenangan atas tanah meruya tersebut.

Mereka merasa telah menjalankan tugas dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya dan tidak mau disalahkan, tidak ingin kehilangan hak miliknya. Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali dengan sekarang. Cara-cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-langkah penindakan 30 tahun yang lalu pada saat ini telah banyak berubah. Paradigma masa lalu bahwa warga banyak yang belum memiliki sertifikat akan berhadapan dengan program sertifikasi yang memberi kemudahan dalam memperoleh sertifikat tanah. Dalam hal ini terlihat kesemrawutan hukum pertanahan oleh aparat pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Tanah (BPN) yang bisa menerbitkan sertifikat pada tanah yang masih bersengketa. Selain itu, PT. Portanigra yang tidak serius dalam kasus sengketa tanah ini. PT. Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak langsung mengeksekusi tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan sudah di tempati warga meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata lain di sengketa meruya ada mafia tanah yang terlibat.



ANALISIS:
Hukum perdata adalah ketentuan hukum materil yang mengatur hubungan antara orang/individu yang satu dengan yang lain. Hukum perdata berisi tentang hukum orang, hukum keluarga, hukum waris dan hukum harta kekayaan yang meliputi hukum benda dan hukum perikatan

Kasus diatas termasuk dalam kasus perdata Karena telah terjadi persetujuaan antara pihak PT. Portanigra dengan pihak H. Djuhri bin H. Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono dalam hal jual beli tanah. Di dalam hukum perdata peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai hukum peedata adalah jka terjadi suatu ikatan persetujuan antara 2 pihak yang menyetujui antara hak dan kewajiban diantara keduanya dalam lingkup hukum kekayaan.

Tetapi dalam kasus diatas telah terjadi suatu sengketa tanah antara PT. Portanigra dengan H. Djuhri dan Muh. Yatim Tugono. Sengketa ini berawal dari penjualan tanah meruya dulu antara PT. Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah tanah seluas 44 Ha pada 1972 dan 1973. Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi tanahnya kepada pihak lain sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan digugat secara perdata (1996)

Dalam KUH Perdata pasal 1366 berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Disini jelaslah bahwa Juminten melanggar UU tersebut.

SOLUSI:

Menurut saya solusi dari permasalahan diatas ialah Pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga bahwa PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya kepada warga sebelum tahun 1997 yang memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang menampati tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa diukur kecuali mereka mempunyai surat jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya.pengadilan juga telah memutuskan bahwa PT. Portanigra hanya bisa mengelola lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus Mercu Buana, sedangkan Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli langsung hak kepemilikan tanah ke PortaNigra.

Sumber:

Rabu, 06 Mei 2015

Aspek Hukum dalam Ekonomi 3

HUKUM PERDATA
A.      ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.

Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1.       Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

2.       Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)

Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1.       Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.

2.       Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.

Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1.       Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.

2.       Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.

                Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
1.       Adanya kaidah hukum
2.       Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3.       Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa

 HUKUM PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum.

Unsur-unsur perikatan:
1. Hubungan hukum.
2. Harta kekayaan.
3. Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
4. Prestasi.

●          Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  • Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
  • Perikatan yang timbul dari undang-undang
  • Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
  • Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
  • Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
  • Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )
  • Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
  • Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata )
  • Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

●   Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
1. Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
2. Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
3. Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
 Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.

HUKUM PERJANJIAN
A. PERJANJIAN PADA UMUMNYA
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.

A.1.     Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.

Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

A.2.  Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.

Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.  Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
–          Orang yang belum dewasa.

Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:
(i)           Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.

(ii)          Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
–          Mereka yang berada di bawah pengampuan.
–          Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
–          Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.

Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

A.3.    Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
Tidak melaksanakan isi perjanjian.
Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

A.4.    Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
a.      Pembayaran
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
c.       Pembaharuan utang atau novasi
d.      Perjumpaan utang atau Kompensasi
e.       Percampuran utang
f.       Pembebasan utang
g.      Musnahnya barang yang terutang
h.      Batal/Pembatalan
i.        Berlakunya suatu syarat batal
j.        Lewat waktu

B.       STRUKTUR PERJANJIAN
Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
  • Judul/Kepala
  • Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
  • Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
  • Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Penutup dari Perjanjian.

C.        BENTUK PERJANJIAN
Perjanjian dapat berbentuk:
Lisan
Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
–          Di bawah tangan/onderhands
–          Otentik

HUKUM DAGANG
PENGERTIAN HUKUM DAGANG, Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 :

•         tertulis dan
•         tidak tertulis tentang aturan perdagangan.

Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikofifikasikan :

a.   Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b.   Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)


2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
https://dewimanroe.wordpress.com/2013/05/11/hukum-perikatan/
https://japandiadam.wordpress.com/2014/06/30/hukum-dagang/

Rabu, 08 April 2015

Aspek Hukum dalam Ekonomi 2

2.    A. Subyek Hukum

Menurut Utrecht bahwa yang dimaksud dengan subyek hukum (persoon) ialah suatu pendukung hak, yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Suatu subyek hukum mempunyai kekuasaan untuk mendukung hak (rechtsvoegdheid).

Jenis subyek hukum ini bisa berbeda untuk setiap ranah hukum yang berlainan, namun secara umum, ada dua macam subyek hukum yakni manusia dan badan hukum.

Contoh subyek hukum pada ranah hukum perdata adalah manusia dan badan hukum. Pada ranah hukum pidana, subyek hukumnya adalah manusia dan badan hukum. Sedangkan, subyek-subyek hukum internasional berdasarkan berbagai konvensi internasional antara lain:
-         Negara;
-         Tahta Suci Vatikan.
-         Organisasi Internasional;
-         Palang Merah Internasional;
-         Kelompok Pemberontak;
-         Perusahaan Multinasional;
-         Individu.

Subyek hukum sebagai pendukung hak dapat dikenakan kewajiban jika melakukan pelanggaran/kejahatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya:
Diatur dalam Pasal 41 ayat (2) jo Pasal 13 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara bahwa, setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Dari ketentuan tersebut jelas bahwa yang menjadi subyek hukum adalah orang, namun dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “setiap orang” didefinisikan orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Jadi, subyek hukumnya bisa berupa orang atau badan usaha.

B.    Obyek Hukum

            Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk subjek hukum dan menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.objek hukum berupa benda atau barang atau hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Biasanya objek hukum disebut BENDA. Menurut hukum perdata, benda ialah segala barang – barang dan hak – hak yang dimiliki orang.
             Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1.1.         Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
  Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :

1.1.1.  Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
1.1.2.  Benda tidak bergerak.

1.2.         Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
  Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

Sumber:

Minggu, 15 Maret 2015

Aspek Hukum Dalam Ekonomi 1

1.    a. PENGERTIAN HUKUM

·         Pengertian Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

·         Menurut Aristoteles , hukum adalah dimana masyarakat menaati dan menerapkannya dalam anggotanya sendiri.

·         Menurut Hugo de Grotius, hukum adalah suatu aturan dari tindakan moral yang mewajibkan pada suatu yang benar.

·         Menurut Van Kan, hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindumgi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

·         Pengertian hukum menurut Leon Duguit
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

·         Pengertian hukum menurut Immanuel Kant
Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

·         Pengertian hukum menurut Roscoe Pound
Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering.

·         Pengertian hukum menurut John Austin
Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.

·         Pengertian hukum menurut Van Vanenhoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.

·         Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

·         Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.

·         Pengertian hukum menurut Karl Von Savigny
Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat

·         Pengertian hukum menurut Holmes
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.

·         Pengertian hukum menurut Soerjono Soekamto

Mempunyai berbagai arti:
1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kadah atau norma
4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai

Kesimpulan dari definisi dan pengertian hukum:

Dari beberapa definisi dan pengertian hukum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum hukum adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).

b.    Tujuan Hukum

Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 teori:

                    i.            Teori etis
            Teori etis pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya Ethica dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan.
            Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau haknya masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.

                  ii.            Teori Utilitis
            Menurut teori ini hukum bertujuan untuk menghasilkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation”. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek keadilan.

                iii.            Teori Campuran
            Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai jalan tengah antara teori etis dan utilitis.


Sumber Hukum

Adalah segala yang menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang pelanggarannya dikenai sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu :
a.     Sumber hukum Material (Welborn) : keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi atau meteri (jiwa) hukum.

b.     Sumber hukum Formal (Kenborn) : perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri. Macam-macam sumber hukum formal :

·         Undang-Undang
 UU dalam arti material; peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum. (UUD, TAPMPR,UU) UU dalam arti formal; setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut Undang-undang. (Pasal 5 ayat (1))

·         Kebiasaan (hukum tidak tertulis);
perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat. Dalam praktik pnyelenggaraan Negara, hukum tidak tertulis disebut konvensi.

·         Yurisprudensi;
keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh UU dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa.

·         Traktat;
perjanjian yang dibuat oleh dua Negara atau lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan Negara yang bersangkutan.

·         Doktrin;
pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya.

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (TAP MPR No. III/MPR/2003)
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5.  Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah

c.     Kaidah / Norma Hukum

            Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah buruk.
            Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.

Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :

1. Hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.

2. Hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.

Ada 4 macam norma yaitu :

1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.

2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.

3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.

4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.

d.    Pengertian Ekonomi

            Istilah dalam Pengertian Ekonomi, menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos berarti keluarga atau rumah tangga sedangkan Nomos berarti peraturan atau aturan. Sedangkan menurut istilah yaitu manajemen rumah tangga atau peraturan rumah tangga. Pengertian Ekonomi adalah salah satu bidang ilmu sosial yang membahas dan mempelajari tentang kegiatan manusia berkaitan langsung dengan distribusi, konsumsi dan produksi pada barang dan jasa.
            Pada dasarnya, masalah ekonomi yang selalu dihadapi oleh manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi adalah jumlah kebutuhan manusia tidak terbatas sedangkan jumlah alat pemuas kebutuhan manusia terbatas. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain, yaitu antara lain :
1.     Faktor fisik
2.     Faktor moral
3.     Faktor pendidikan
4.     Faktor ekonomi
5.     Faktor sosial budaya

            Apabila  membahas mengenai Pengertian Ekonomi, secara otomatis akan membicarakan tentang ilmu ekonomi dimana ilmu ekonomi merupakan sebuah ilmu kajian yang membahas dan mempelajari tentang ekonomi itu sendiri. Secara umum, ilmu ekonomi dibagi menjadi dua yaitu ilmu ekonomi makro dan ilmu ekonomi mikro. Metodelogi dalam Pengertian Ekonomi menggunakan metode kuantitatif yaitu adanya pergerakan uang atau uang digunakann sebagai alat tukar-menukar dalam masyarakat. Ekonomi mengkombinasi ilmu statistik, ilmu matematika dan teori ekonomi.

Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Diseluruh dunia, hukum ekonomi berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan pengharapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.

Rochmat Soemitro mengatakan bahwa, Pengertian hukum ekonomi diartikan sebagai sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang saling berhadapan.

Sunaryati Haryono memberikan Pengertian hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, oleh sebab itu hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi, dalam arti peningkatan kehidupann ekonomi secara keseluruhan.

2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Aspek hukum dalam ekonomi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yakni hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial:

·         Hukum ekonomi pembangunan ialah yang meliputi pengaturan hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan dalam kehidupan ekonomi indonesia secara nasional.

·         Hukum ekonomi sosial yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia.


Sumber:
http://www.scribd.com/doc/34169341/10/Tujuan-Hukum